Jumat, 25 Februari 2011

PERILAKU MANUSIA DIRUBAH OLEH KONDISI LINGKUNGAN HIDUPNYA

PERILAKU MANUSIA DIRUBAH OLEH KONDISI LINGKUNGAN HIDUPNYA
Oleh: Veronica A. Kumurur


Menurut S. Kaplan dalam buku Psikologi Lingkungan (Sarwono, 1992) bahwa manusia itu pada dasarnya adalah mahkluk yang berakal sehat (man is reasonable person). Sebagai makhluk berakal sehat, maka ia selalu ingin menggunakan akal sehatnya, namun ia tidak selalu dapat melakukannya. Hal ini bergantung pada faktor yang mempengaruhinya seperti situasi dan kondisi lingkungan. Masih menurut S. Kaplan bahwa manusia sebagai makhluk berakal sehat berbeda dari manusia sebagai makhluk rasional. Selanjutnya menurut Prof. Sarlito Wirawan Sarwono (pakar psikologi) bahwa rasio tidak bergantung pada situasi, sedangkan akal sehat bergantung pada situasi. Sebagai makhluk rasional, misalkan manusia tahu apabila membuang sampah sembarangan, ia akan mengotori lingkungan dan hal ini berlaku dimana saja dan kapan saja. Namun, jika manusia itu kebetulan sedang berada di tempat yang memang sudah kotor dan penuh dengan sampah, akal sehatnya berkata bahwa tidak apalah ia menambah sedikit sampah lagi di tempat itu daripada dia harus membawanya ke tempat sampah yang belum tentu ada di sekitar tempat itu.

contoh kasus :

Mari kita lihat beberapa contoh, bagaimana perilaku manusia dirubah oleh kondisi lingkungan hidupnya. Orang Indonesia pada umumnya jika dia berada di negaranya (atau di daerahnya masing-masing) tak mau antri di dalam menunggu sesuatu, tak mau membuang sampah pada tempatnya, tak mau menggunakan jembatan penyeberangan saat menyeberang jalan, tak mau menjadi pengemudi yang santun di jalanan. Sehingga seringkali kita melihat situasi yang semrawut, sampah-sampah berserakan, orang-orang menyeberang jalan tanpa aturan, kendaraan umum yang ugal-ugalan tak tau aturan di dalam berlalu-lintas, sampah-sampah berserakan, cekcok dan rasa tak nyaman gara-gara tak antri. Situasi ini sering kita lihat di kota-kota besar di Indonesia, seperti juga kota Manado saat ini. Situasi lingkungan perkotaan yang terjadi di kota ini adalah hasil dari suatu akal sehat bersama yang cenderung berbentuk aksi negatif. Kondisi tersebut sangat memalukan diri sendiri, apalagi dilihat oleh bangsa lain yang sedang berkunjung ke daerah kita. Dan yang paling penting situasi ini membuat tak nyaman bagi masyarakat kota ini
yang masih mau mengikuti aturan.

Nah, mari kita lihat perilaku orang-orang Indonesia (umumnya), apabila berada di luar negara Indonesia, seperti di negara tetangga Singapura (contoh). Mereka melakukan tindakan/aksi yang positif dimana semuanya patuh dengan situasi negara ini. Harus antri untuk menunggu apa saja seperti menunggu taksi, antri di toko, dll, pokoknya semuanya mesti antri. Dilarang meludah di lantai, dilarang buang sampah sebab akan dikenakan denda. Tak ada satupun orang Indonesia bahkan orang Manado barangkali yang ingin mencoba di denda di Singapura (misalkan) gara-gara menyeberang sembarangan atau meludah dan membuang sampah sembarangan. Selain mahal bayarannya, juga ada rasa malu terhadap tuan rumah negara itu. Begitulah, perilaku orang-orang Indonesia (termasuk di dalamnya orang dari Sulawesi Utara) yang dengan cepat beradaptasi membentuk perilaku yang baik mereka di negara orang.
Ternyata yang namanya orang Indonesia termasuk didalamnya orang Sulawesi Utara itu umumnya bisa diajak teratur di negeri orang dan ini suatu yang sangat luar biasa (fantastik). Mengapa demikian? Ya, pasti ada sesuatu yang membuat manusia-manusia itu melakukan perubahan-perubahan tersebut. Apabila ia berada di suatu tempat yang memang terjaga kebersihannya, akal sehatnya akan mengatakan bahwa tidak layak ia mengotori tempat itu walau hanya dengan setitik abu. Tempat sampah sudah tersedia disitu sehingga manusia dengan akal sehatnya membuang sampah pada tempatnya.

Sumber :http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/perilaku-manusia-dirubah-oleh-kondisi.html