Kondisi lingkungan yang padat, sesak, bising, merupakan lingkungan yang kurang kondusif bagi manusia. Karena lingkungan yang seperti itu dapan menyebabkan menurunkan kesehatan baik secara fisik maupun mental dan juga menurunnya tingkat kenyamanan manusia yang ada di lingkungan tersebut. Sudah jelas bahwa ketiga hal tersebut merupakan danpak negative karena sudah banyak penelitian-penelitian yang membuktikan dampak dari ketiga hal tersebut jika berada dalam lingkungan dimana manusia berada. Lingkungan yang padat disebabkan oleh perkembangan dalam masyarakat yang berkembang pesat dan pada akhirnya dapat menyebabkan kesesakan pada lingkungan tersebut.
Dari pertumbuhan serta perkembangan dalam masyarakat yang sangat pesat dan cukup signifikan mengakibatkan aktifitas yang dilakukan oleh individu yang berada dalam lingkungan tersebut meningkat tajam. Dengan pertambahan jumlah penduduk pada suatu populasi mengakibatkan tingkat keramaian dan kebisingan juga akan meningkat tajam karena suara yang ditimbulkan dari individu tersebut maupun alat transportasi atau alat-alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari individu tersebut. Oleh karena itu ketiga hal tersebut yaitu kesesakan, kebisingan, dan kepadatan sangatlah berhubungan erat sekali jika dilihat dari perkembangan suatu wilayah. Karena ketiganya pasti saling berkaitan satu sama lain.
• Kepadatan.
a. Pengertian kepadatan.
Menurut Sundstrom, Kepadatan atau density adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrightsman & Deaux, 1981). Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982 ; Heimstra dan Mc Farling, 1978; stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
b. Kategori kepadatan.
Menurut Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur-unsur yaitu jumlah individu pada setiap ruang, jumlah ruang pada setiap unit tempat tinggal, jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan jumlah stuktur hunia pada setiap wilayah pemukiman. Hal ini berarti bahwa setiap pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda tergantung dari konstribusi unsur-unsur tersebut Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu kepadatan spasial yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang, dan kepadatan social yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
• Kesesakan.
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.
Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan.
• Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, social, dan fisik.
1. faktor personal : faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control ; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi ; serta jenis kelamin dan usia.
a). kontrol pribadi dan locus of control.
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai kontrol terhadap lingkungan di sekitarnya.
Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai bahwa keadaan yang ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat mengendalikan kesesakan yang lebih baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal (Gifford, 1987) .
b). budaya, pengalaman, dan proses adaptasi.
Sundstrom (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalam kondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stres akibat kesesakan yang dialami.
c). Jenis Kelamin dan usia
penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercermin dalam sikap yang lebih agresif , kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman, 1975; Holahan, 1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, melainkan lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
2. Faktor sosial.
Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalamin kesesakan cenderung oleh karakteristik yang sudah dimiliki. Faktor-faktor sosial adalah.
a). kehadiran dan perilaku orang lain.
b). formasi koalisi.
c). kualitas hubungan.
d). informasi yang tersedia.
3. Faktor fisik.
Menurut Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan didalam rumah berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah dan suasana sekitar rumah.
Solusi : pertambahan penduduk perkotaan yang semakin pesat di indonesia merupakan kondisi yang mampu memberikan kontribusi munculnya kesesakan. Manusia mempunyai kapasitas utuk merancang strategi yang baik dalam situasi kesesakan yaitu dengan melakukan adaptsi dengan menggunakan strategi terirorialitas dan keterampilan masalah sosial.
sumber : elearning.gunadarma.ac.id/…/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar