TIPS TIDUR CANTIK
Mau tahu rahasia supaya wajahmu selau terlihat segar? Tidur berkualitas adalah rahasiannya!
1. Sebelum tidur, minum dulu segelas susu hangat agar tubuh terasa lebih rilex. kalau nggak suka susu, pilih air putih hangat sebagai penggantinya.
2. Mandi air hangat dan tidur pada waktu yang sama setiap hari.
3. Gunakan pelembab khusus mata dimalam dan pagi hari agar matamu nggak bengkak dan muncul lingkaran hitam seperti mata panda.
4. Perbanyak makan buah dan sayuran serta minum air putih mulai dari pagi hari.
5. Gunakan irisan ketimun, kentang bahkan bekas the celup hijau atau the hitam yang telah diinapkan selamalm di kulkas. Kompres matamu dengan salah satu bahan tersebut menjelang tidur, selama 10-15 menit. Berguna untuk mengurangi kantung mata terlihat lebih segar di pagi hari.
6. Kalau matamu letih, ambil sebogkah kecil es batu lalu usaplah pada sekeliling mata. Dengan cara ini dapat membantu peredaran darah akan lancer dan segar.
7. tidurlah dalam posisi terlentang. Jika perlu, pasang musik slow favoritmu agar tidur lebih pulas.
Rabu, 17 Maret 2010
JEALOUSY.
JEALOUSY.
Kecemburuan adalah emosi dan biasanya mengacu pada negatif pikiran dan perasaan tidak aman, ketakutan, dan kegelisahan atas sebuah diantisipasi kehilangan sesuatu yang orang nilai-nilai, seperti suatu hubungan, persahabatan, atau cinta. Kecemburuan sering kali terdiri dari kombinasi emosi seperti kemarahan, kesedihan, dan jijik.
Kecemburuan sebagai emosi atau dampak kecemburuan telah menjadi tema dari banyak novel, lagu, puisi, film dan karya-karya artistik lainnya. Hal ini juga menjadi topik yang menarik bagi para ilmuwan, seniman, dan teolog. Psikolog telah mengusulkan beberapa model dari proses yang mendasari kecemburuan dan telah mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kecemburuan.
Sosiolog telah menunjukkan bahwa kepercayaan dan nilai-nilai budaya memainkan peran penting dalam menentukan apa yang memicu kecemburuan dan apa yang dapat diterima secara sosial merupakan ekspresi dari kecemburuan. Para ahli biologi telah mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin secara tidak sadar mempengaruhi ekspresi cemburu. Seniman telah menjelajahi tema cemburu dalam foto, lukisan, film, lagu, drama, puisi, dan buku.
Teolog telah menawarkan pandangan keagamaan cemburu berdasarkan kitab suci agama masing-masing.
Kecemburuan adalah keadaan takut atau curiga tentang kehilangan sesuatu atau seseorang yang penting. Seperti yang diamati oleh Rouchefoucauld dalam pepatah, pengalaman kecemburuan bisa bertahan lebih lama daripada emosi dasar seperti kemarahan, tanpa kehilangan aslinya intensitas, dan dapat hidup lebih lama dr lampiran yang diprakarsai itu: "Cemburu selalu lahir dengan cinta, tetapi tidak selalu mati dengan itu.
Kata berasal dari Perancis jalusi, terbentuk dari jaloux (cemburu), dan lebih dari Latin Rendah zelosus (penuh semangat), pada gilirannya dari Yunani kata ζήλος (zelos), kadang-kadang "cemburu", tetapi lebih sering dalam pengertian yang positif "emulasi, semangat, semangat (dengan akar connoting "untuk mendidih, ragi"; atau "ragi").
Definisi.
Orang tidak mengungkapkan kecemburuan melalui satu emosi atau perilaku satu Mereka mengekspresikan rasa cemburu bukan melalui berbagai emosi dan perilaku, yang membuatnya sulit untuk membentuk suatu definisi ilmiah cemburu.. Para ilmuwan masih belum memiliki definisi yang disepakati secara universal cemburuMereka bukannya define cemburu di kata-kata mereka sendiri, seperti digambarkan oleh contoh berikut:
• Romantis kecemburuan di sini didefinisikan sebagai kompleks pikiran, perasaan, dan tindakan yang mengikuti ancaman terhadap harga diri dan / atau ancaman terhadap keberadaan atau kualitas hubungan, ketika orang-ancaman yang dihasilkan oleh persepsi yang nyata atau potensial atraksi antara satu pasangan dan (mungkin khayalan) saingan. Kecemburuan, kemudian, adalah permusuhan setiap reaksi yang terjadi sebagai hasil dari extradyadic pasangan hubungan yang nyata, dibayangkan, atau dianggap mungkin terjadi. Kecemburuan dikonseptualisasikan sebagai kognitif, emosional, dan perilaku hubungan terhadap ancaman. Dalam kasus kecemburuan seksual, ancaman ini berasal dari mengetahui atau mencurigai bahwa salah satu mitra memiliki (atau keinginan untuk memiliki) aktivitas seksual dengan pihak ketiga. Dalam kasus kecemburuan emosional, seorang individu merasa terancam oleh wanita atau pasangannya keterlibatan emosional dengan dan / atau cinta untuk pihak ketiga.
• Cemburu didefinisikan sebagai reaksi protektif dugaan ancaman terhadap hubungan yang berharga, yang timbul dari suatu situasi di mana keterlibatan mitra suatu kegiatan dan / atau orang lain adalah bertentangan dengan seseorang yang cemburu definisi hubungan mereka. Kecemburuan dipicu oleh ancaman pemisahan dari, atau kehilangan, pasangan romantis, ketika ancaman tersebut diberikan untuk kemungkinan romantis mitra tertarik pada orang lain (Sharpteen & Kirkpatrick, 1997. Reaksi cemburu biasanya melibatkan emosi permusuhan dan / atau perilaku protektif. Tema-tema ini membentuk arti penting kecemburuan di sebagian besar penelitian ilmiah.
Perbandingan dengan iri
Banyak definisi kamus termasuk referensi perasaan iri atau iri hati. Bahkan, tumpang tindih penggunaan kecemburuan dan iri hati memiliki sejarah panjang.
Istilah-istilah yang digunakan tanpa pandang bulu dalam populer seperti 'perasaan baik' buku-buku sebagai Kecemburuan Nancy Jumat, di mana ekspresi 'kecemburuan' berlaku untuk berbagai nafsu, dari iri hati untuk nafsu dan keserakahan. Sementara penggunaan semacam ini mengaburkan batas antara kategori-kategori yang secara intelektual berharga dan psikologis dapat dibenarkan, kebingungan seperti dipahami dalam sejarah bahwa istilah eksplorasi menunjukkan bahwa batas-batas tersebut telah lama menimbulkan masalah. Grzywacz Margot's menarik etimologis kata survei di Kisah dan Bahasa Jermanik menegaskan, memang, bahwa konsep adalah salah satu dari orang-orang yang terbukti menjadi yang paling sulit untuk mengungkapkan dalam bahasa dan karena itu di antara orang terakhir yang menemukan istilah yang tidak ambigu. Classical Latin digunakan invidia, tanpa membedakan secara ketat antara iri dan cemburu. Tidak sampai era yang postclassical meminjam Latin terlambat dan puitis kata Yunani zelotypia dan zelosus kata sifat yang terkait.
Meskipun budaya populer sering menggunakan kecemburuan dan iri hati sebagai sinonim, filsuf dan psikolog modern berpendapat untuk konseptual perbedaan antara cemburu dan iri hati. membedakan antara kecemburuan dan iri atas dasar bahwa kecemburuan melibatkan keinginan untuk mempertahankan apa yang kita miliki, dan iri hati keinginan untuk mendapatkan apa yang kita tidak miliki.
Pengalaman cemburu melibatkan:
• Takut kehilangan
• Kecurigaan atau kemarahan tentang pengkhianatan
• Harga diri yang rendah dan kesedihan atas kehilangan
• Ketidakpastian dan kesepian
• Takut kehilangan orang penting lain yang menarik
• Ketidakpercayaan
Pengalaman iri melibatkan:
• Perasaan rendah
• Kerinduan
• Kebencian keadaan
• Sakit akan merasa iri terhadap orang yang sering disertai oleh rasa bersalah tentang perasaan ini
• Motivasi untuk meningkatkan
• Keinginan untuk memiliki sifat-sifat menarik saingan
• Penolakan perasaan
Parrot mengakui bahwa orang dapat mengalami rasa iri dan cemburu pada waktu yang sama Perasaan iri hati tentang saingan bahkan dapat meningkatkan pengalaman cemburu. Namun, perbedaan-perbedaan antara iri dan cemburu dalam hal pikiran dan perasaan membenarkan perbedaan mereka dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun, kami Cemburu dari saingannya, sementara kita Iri dari apa yang orang lain.
Dalam psikologi
Kecemburuan melibatkan seluruh "episode emosional," termasuk sebuah kompleks "narasi,": situasi yang mengarah ke kecemburuan, kecemburuan dirinya sebagai emosi, setiap upaya self regulation, tindakan dan acara selanjutnya dan penyelesaian episode (Parrott, 2001 , hal 306). Narasi dapat berasal dari fakta-fakta yang berpengalaman, pikiran, persepsi, kenangan, tetapi juga imajinasi, dugaan dan asumsi. Semakin banyak masyarakat dan budaya materi dalam pembentukan faktor-faktor ini, semakin cemburu dapat memiliki asal-usul sosial dan budaya. By contrast, Goldie (2000, p. 228) memperlihatkan bagaimana cemburu dapat menjadi "negara tak tertembus kognitif", di mana pendidikan dan masalah keyakinan rasional sangat sedikit.
Salah satu penjelasan mengenai asal-usul kecemburuan dalam psikologi evolusioner adalah bahwa emosi berkembang dalam rangka memaksimalkan keberhasilan gen kita: ini adalah berbasis biologis emosi (Prinz setelah Buss dan Larsen, 2004, hal 120) dipilih untuk mendorong kepastian tentang ayah dari salah satu keturunan sendiri. Sebuah perilaku cemburu, pada pria, diarahkan ke menghindari pengkhianatan seksual dan karenanya pemborosan sumber daya dan usaha dalam mengurus anak orang lain. There are, additionally, cultural or social explanations of the origin of jealousy. Ada, tambahan, sosial budaya atau penjelasan mengenai asal-usul cemburu. Menurut salah satu, cerita dari yang cemburu dapat muncul di sebagian besar dibuat oleh imajinasi. Imajinasi adalah sangat dipengaruhi oleh budaya seseorang dimasukkan masuk pola penalaran, cara satu merasakan situasi, tergantung kuat pada konteks budaya.
Meskipun mainstream psikologi menganggap gairah seksual melalui kecemburuan seorang paraphilia, beberapa penulis tentang seksualitas (Serge Kreutz, Instrumental Kecemburuan) berpendapat bahwa cemburu dalam dimensi dikelola pasti dapat memiliki efek positif pada fungsi seksual dan kepuasan seksual Penelitian juga menunjukkan bahwa kadang-kadang mempertinggi gairah kecemburuan terhadap pasangan dan meningkatkan intensitas gairah seks.
Kecemburuan pada anak-anak dan remaja telah diamati lebih sering pada mereka dengan harga diri rendah dan dapat menimbulkan reaksi agresif. Salah satu penelitian semacam itu menyarankan bahwa mengembangkan teman-teman akrab dapat diikuti oleh ketidakamanan emosional dan kesepian di beberapa anak-anak saat teman-teman akrab mereka berinteraksi dengan orang lain. Kecemburuan dikaitkan dengan agresi dan harga diri rendah.
Kecemburuan adalah emosi dan biasanya mengacu pada negatif pikiran dan perasaan tidak aman, ketakutan, dan kegelisahan atas sebuah diantisipasi kehilangan sesuatu yang orang nilai-nilai, seperti suatu hubungan, persahabatan, atau cinta. Kecemburuan sering kali terdiri dari kombinasi emosi seperti kemarahan, kesedihan, dan jijik.
Kecemburuan sebagai emosi atau dampak kecemburuan telah menjadi tema dari banyak novel, lagu, puisi, film dan karya-karya artistik lainnya. Hal ini juga menjadi topik yang menarik bagi para ilmuwan, seniman, dan teolog. Psikolog telah mengusulkan beberapa model dari proses yang mendasari kecemburuan dan telah mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kecemburuan.
Sosiolog telah menunjukkan bahwa kepercayaan dan nilai-nilai budaya memainkan peran penting dalam menentukan apa yang memicu kecemburuan dan apa yang dapat diterima secara sosial merupakan ekspresi dari kecemburuan. Para ahli biologi telah mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin secara tidak sadar mempengaruhi ekspresi cemburu. Seniman telah menjelajahi tema cemburu dalam foto, lukisan, film, lagu, drama, puisi, dan buku.
Teolog telah menawarkan pandangan keagamaan cemburu berdasarkan kitab suci agama masing-masing.
Kecemburuan adalah keadaan takut atau curiga tentang kehilangan sesuatu atau seseorang yang penting. Seperti yang diamati oleh Rouchefoucauld dalam pepatah, pengalaman kecemburuan bisa bertahan lebih lama daripada emosi dasar seperti kemarahan, tanpa kehilangan aslinya intensitas, dan dapat hidup lebih lama dr lampiran yang diprakarsai itu: "Cemburu selalu lahir dengan cinta, tetapi tidak selalu mati dengan itu.
Kata berasal dari Perancis jalusi, terbentuk dari jaloux (cemburu), dan lebih dari Latin Rendah zelosus (penuh semangat), pada gilirannya dari Yunani kata ζήλος (zelos), kadang-kadang "cemburu", tetapi lebih sering dalam pengertian yang positif "emulasi, semangat, semangat (dengan akar connoting "untuk mendidih, ragi"; atau "ragi").
Definisi.
Orang tidak mengungkapkan kecemburuan melalui satu emosi atau perilaku satu Mereka mengekspresikan rasa cemburu bukan melalui berbagai emosi dan perilaku, yang membuatnya sulit untuk membentuk suatu definisi ilmiah cemburu.. Para ilmuwan masih belum memiliki definisi yang disepakati secara universal cemburuMereka bukannya define cemburu di kata-kata mereka sendiri, seperti digambarkan oleh contoh berikut:
• Romantis kecemburuan di sini didefinisikan sebagai kompleks pikiran, perasaan, dan tindakan yang mengikuti ancaman terhadap harga diri dan / atau ancaman terhadap keberadaan atau kualitas hubungan, ketika orang-ancaman yang dihasilkan oleh persepsi yang nyata atau potensial atraksi antara satu pasangan dan (mungkin khayalan) saingan. Kecemburuan, kemudian, adalah permusuhan setiap reaksi yang terjadi sebagai hasil dari extradyadic pasangan hubungan yang nyata, dibayangkan, atau dianggap mungkin terjadi. Kecemburuan dikonseptualisasikan sebagai kognitif, emosional, dan perilaku hubungan terhadap ancaman. Dalam kasus kecemburuan seksual, ancaman ini berasal dari mengetahui atau mencurigai bahwa salah satu mitra memiliki (atau keinginan untuk memiliki) aktivitas seksual dengan pihak ketiga. Dalam kasus kecemburuan emosional, seorang individu merasa terancam oleh wanita atau pasangannya keterlibatan emosional dengan dan / atau cinta untuk pihak ketiga.
• Cemburu didefinisikan sebagai reaksi protektif dugaan ancaman terhadap hubungan yang berharga, yang timbul dari suatu situasi di mana keterlibatan mitra suatu kegiatan dan / atau orang lain adalah bertentangan dengan seseorang yang cemburu definisi hubungan mereka. Kecemburuan dipicu oleh ancaman pemisahan dari, atau kehilangan, pasangan romantis, ketika ancaman tersebut diberikan untuk kemungkinan romantis mitra tertarik pada orang lain (Sharpteen & Kirkpatrick, 1997. Reaksi cemburu biasanya melibatkan emosi permusuhan dan / atau perilaku protektif. Tema-tema ini membentuk arti penting kecemburuan di sebagian besar penelitian ilmiah.
Perbandingan dengan iri
Banyak definisi kamus termasuk referensi perasaan iri atau iri hati. Bahkan, tumpang tindih penggunaan kecemburuan dan iri hati memiliki sejarah panjang.
Istilah-istilah yang digunakan tanpa pandang bulu dalam populer seperti 'perasaan baik' buku-buku sebagai Kecemburuan Nancy Jumat, di mana ekspresi 'kecemburuan' berlaku untuk berbagai nafsu, dari iri hati untuk nafsu dan keserakahan. Sementara penggunaan semacam ini mengaburkan batas antara kategori-kategori yang secara intelektual berharga dan psikologis dapat dibenarkan, kebingungan seperti dipahami dalam sejarah bahwa istilah eksplorasi menunjukkan bahwa batas-batas tersebut telah lama menimbulkan masalah. Grzywacz Margot's menarik etimologis kata survei di Kisah dan Bahasa Jermanik menegaskan, memang, bahwa konsep adalah salah satu dari orang-orang yang terbukti menjadi yang paling sulit untuk mengungkapkan dalam bahasa dan karena itu di antara orang terakhir yang menemukan istilah yang tidak ambigu. Classical Latin digunakan invidia, tanpa membedakan secara ketat antara iri dan cemburu. Tidak sampai era yang postclassical meminjam Latin terlambat dan puitis kata Yunani zelotypia dan zelosus kata sifat yang terkait.
Meskipun budaya populer sering menggunakan kecemburuan dan iri hati sebagai sinonim, filsuf dan psikolog modern berpendapat untuk konseptual perbedaan antara cemburu dan iri hati. membedakan antara kecemburuan dan iri atas dasar bahwa kecemburuan melibatkan keinginan untuk mempertahankan apa yang kita miliki, dan iri hati keinginan untuk mendapatkan apa yang kita tidak miliki.
Pengalaman cemburu melibatkan:
• Takut kehilangan
• Kecurigaan atau kemarahan tentang pengkhianatan
• Harga diri yang rendah dan kesedihan atas kehilangan
• Ketidakpastian dan kesepian
• Takut kehilangan orang penting lain yang menarik
• Ketidakpercayaan
Pengalaman iri melibatkan:
• Perasaan rendah
• Kerinduan
• Kebencian keadaan
• Sakit akan merasa iri terhadap orang yang sering disertai oleh rasa bersalah tentang perasaan ini
• Motivasi untuk meningkatkan
• Keinginan untuk memiliki sifat-sifat menarik saingan
• Penolakan perasaan
Parrot mengakui bahwa orang dapat mengalami rasa iri dan cemburu pada waktu yang sama Perasaan iri hati tentang saingan bahkan dapat meningkatkan pengalaman cemburu. Namun, perbedaan-perbedaan antara iri dan cemburu dalam hal pikiran dan perasaan membenarkan perbedaan mereka dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun, kami Cemburu dari saingannya, sementara kita Iri dari apa yang orang lain.
Dalam psikologi
Kecemburuan melibatkan seluruh "episode emosional," termasuk sebuah kompleks "narasi,": situasi yang mengarah ke kecemburuan, kecemburuan dirinya sebagai emosi, setiap upaya self regulation, tindakan dan acara selanjutnya dan penyelesaian episode (Parrott, 2001 , hal 306). Narasi dapat berasal dari fakta-fakta yang berpengalaman, pikiran, persepsi, kenangan, tetapi juga imajinasi, dugaan dan asumsi. Semakin banyak masyarakat dan budaya materi dalam pembentukan faktor-faktor ini, semakin cemburu dapat memiliki asal-usul sosial dan budaya. By contrast, Goldie (2000, p. 228) memperlihatkan bagaimana cemburu dapat menjadi "negara tak tertembus kognitif", di mana pendidikan dan masalah keyakinan rasional sangat sedikit.
Salah satu penjelasan mengenai asal-usul kecemburuan dalam psikologi evolusioner adalah bahwa emosi berkembang dalam rangka memaksimalkan keberhasilan gen kita: ini adalah berbasis biologis emosi (Prinz setelah Buss dan Larsen, 2004, hal 120) dipilih untuk mendorong kepastian tentang ayah dari salah satu keturunan sendiri. Sebuah perilaku cemburu, pada pria, diarahkan ke menghindari pengkhianatan seksual dan karenanya pemborosan sumber daya dan usaha dalam mengurus anak orang lain. There are, additionally, cultural or social explanations of the origin of jealousy. Ada, tambahan, sosial budaya atau penjelasan mengenai asal-usul cemburu. Menurut salah satu, cerita dari yang cemburu dapat muncul di sebagian besar dibuat oleh imajinasi. Imajinasi adalah sangat dipengaruhi oleh budaya seseorang dimasukkan masuk pola penalaran, cara satu merasakan situasi, tergantung kuat pada konteks budaya.
Meskipun mainstream psikologi menganggap gairah seksual melalui kecemburuan seorang paraphilia, beberapa penulis tentang seksualitas (Serge Kreutz, Instrumental Kecemburuan) berpendapat bahwa cemburu dalam dimensi dikelola pasti dapat memiliki efek positif pada fungsi seksual dan kepuasan seksual Penelitian juga menunjukkan bahwa kadang-kadang mempertinggi gairah kecemburuan terhadap pasangan dan meningkatkan intensitas gairah seks.
Kecemburuan pada anak-anak dan remaja telah diamati lebih sering pada mereka dengan harga diri rendah dan dapat menimbulkan reaksi agresif. Salah satu penelitian semacam itu menyarankan bahwa mengembangkan teman-teman akrab dapat diikuti oleh ketidakamanan emosional dan kesepian di beberapa anak-anak saat teman-teman akrab mereka berinteraksi dengan orang lain. Kecemburuan dikaitkan dengan agresi dan harga diri rendah.
HERO COMPLEX
HERO COMPLEX.
Hero atau pahlawan itu sendiri berasal dari bahasa yunani kuno servous dan hero yang artinya mengabdi dan melindungi.
Contoh kasus…
Hampir semua anak dikelas ngak betah dengan eva. Sebenarnya eva baik, tetlalu baik malah. Setiap kali guru meminta bantuan, psti eva selalu sigap jadi sukarelawan. Bahkan eva pun dengan senang hati menyampul buku seisi kelas! Tapi, sikap eva ini justru malah bikin teman-teman yang lain jadi jengah. Nggak heran kalau ada yang menjuluki eva sebagai miss heri alias heboh sendiri.
Menurut psikologi Paul T.P. Wong, PhD, C. Psych, kasus seperti ini agak susah dianlisa, karena pada dasarnya si pelaku berbuat kebaikan. Namun pengorbanan dia untuk teman-teman atau orang banyak, merupakan sebuah media aktualisasi diri yang bisa berdampak negative, karena cara yang salah.
Ciri-cirinya…
1. merasa berarti kalau menjadi pahlawan bagi orang lain, sebaliknya merasa down kalau ngaak bisa membantu.
2. suka mengurusi masalh orang lain karena percaya bahwa orang lain membutuhkan bantuan kita.
3. sering mengerjakan dan membantu pekerjaan orang lain tanpa diminta.
4. merasa senang bila ada orang yang tergantung pada kita.
5. dalam sebuah kepanitiaan, sering kali mendapat pekerjaan orang lain tanpa diminta.
6. membantu yang ngak perlu-perlu banget.
7. suka menyanggupi pekerjaan walaupun diluar batas kemampuan kita.
8. teman suka merasa terganggu dengan bantuan kita.
Akibatnya….
1. dimanfaatkan. Ambisi kita yang berlebihan untuk menolong orang lain, bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang nggak bertanggung jawab. Mereka bisa seenaknnya lepas dari tanggung jawab karena selalu ada kita. Sang sukarelawan.
2. mengganggu. Percaya nggak sih, maksud baik yang kita lakuakn itu, ternyata bisa mengganggu.
3. repot sendiri. Disatu sisi, dengan berusaha menjadi pahlawan, kita jadi direpotkan dengan berbagai hal yang terkadang melebihi batas kemampuan kita. Kecendrungan hero complex ini akan membuat kita semakin repot tatkala kita memiliki harapan untuk menyenagkan dan menjadi pahlawan dimata orang lain. Sementara kenyataannya nggak seperti itu.
How to overcome…
1. Posisi wajar, membantu orang lain memang nggak salah. Tapi yang perlu diperhatiakan adalah siapa orang yang kita Bantu dan bagaimana bentuk bantuan tersebut. Bantulah orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan bantuan. Di sisi lain, kita juga harus memberi kesempatan kepada orang lain untuk ikut membantu. Menurut Shaeir N. Khan menjabarkan bahwa memiliki jiwa pahlawan artinya kita pingin berbuat sesuatu demi kepentingan bersama dan kepentingan kemanusiaan. Kita pun bisa menjadi pemimpin yang dapat diandalkan dan bijaksana. So, jadiakn naluri pahlawan kita itu kearah yang lebih positif.
2. Telurusi dalam diri. Menurut danny yatim, seorang psikologi remaja dan kesehatan, ada motivasi dibaliq tindakan kepahlawan seseorang remaja, dari mulai aktualisasi diri, ingin memenuhi kebutuhan batin, ingin merasa berarti, cari perhatian, taua mengikuti panutan. Kita harus menelusuri apa motivasi tersebut dan coba menganalisa tindakan kepahlawanan yang kita lakuakn. Aapakah sudah tepat atau ada yang harus dibebenahi.
3. Ikhlas saja. Menolong orang memang hal yang sangat mulia. Cara jitu untuk menghindari hero complex juga bisa dengan mengikhlaskan segala tindakan kita. Jadi, nggak usah terbebani dengan pendapat orng lain. Dan jangan terbebani pula dengan keinginan untuk menjadi pahlawan. Meolong sesama adalah kewajiban dan bukan sarana pembuktian diri. Selain itu, sebenarnya setiap orang punya sisi pahlawan dalam dirinya. Menjunjung kepentingan bersama dalam kebaikan tanpa melupakan diri sendiri adalah salah satu perwujudannya.
Hero atau pahlawan itu sendiri berasal dari bahasa yunani kuno servous dan hero yang artinya mengabdi dan melindungi.
Contoh kasus…
Hampir semua anak dikelas ngak betah dengan eva. Sebenarnya eva baik, tetlalu baik malah. Setiap kali guru meminta bantuan, psti eva selalu sigap jadi sukarelawan. Bahkan eva pun dengan senang hati menyampul buku seisi kelas! Tapi, sikap eva ini justru malah bikin teman-teman yang lain jadi jengah. Nggak heran kalau ada yang menjuluki eva sebagai miss heri alias heboh sendiri.
Menurut psikologi Paul T.P. Wong, PhD, C. Psych, kasus seperti ini agak susah dianlisa, karena pada dasarnya si pelaku berbuat kebaikan. Namun pengorbanan dia untuk teman-teman atau orang banyak, merupakan sebuah media aktualisasi diri yang bisa berdampak negative, karena cara yang salah.
Ciri-cirinya…
1. merasa berarti kalau menjadi pahlawan bagi orang lain, sebaliknya merasa down kalau ngaak bisa membantu.
2. suka mengurusi masalh orang lain karena percaya bahwa orang lain membutuhkan bantuan kita.
3. sering mengerjakan dan membantu pekerjaan orang lain tanpa diminta.
4. merasa senang bila ada orang yang tergantung pada kita.
5. dalam sebuah kepanitiaan, sering kali mendapat pekerjaan orang lain tanpa diminta.
6. membantu yang ngak perlu-perlu banget.
7. suka menyanggupi pekerjaan walaupun diluar batas kemampuan kita.
8. teman suka merasa terganggu dengan bantuan kita.
Akibatnya….
1. dimanfaatkan. Ambisi kita yang berlebihan untuk menolong orang lain, bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang nggak bertanggung jawab. Mereka bisa seenaknnya lepas dari tanggung jawab karena selalu ada kita. Sang sukarelawan.
2. mengganggu. Percaya nggak sih, maksud baik yang kita lakuakn itu, ternyata bisa mengganggu.
3. repot sendiri. Disatu sisi, dengan berusaha menjadi pahlawan, kita jadi direpotkan dengan berbagai hal yang terkadang melebihi batas kemampuan kita. Kecendrungan hero complex ini akan membuat kita semakin repot tatkala kita memiliki harapan untuk menyenagkan dan menjadi pahlawan dimata orang lain. Sementara kenyataannya nggak seperti itu.
How to overcome…
1. Posisi wajar, membantu orang lain memang nggak salah. Tapi yang perlu diperhatiakan adalah siapa orang yang kita Bantu dan bagaimana bentuk bantuan tersebut. Bantulah orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan bantuan. Di sisi lain, kita juga harus memberi kesempatan kepada orang lain untuk ikut membantu. Menurut Shaeir N. Khan menjabarkan bahwa memiliki jiwa pahlawan artinya kita pingin berbuat sesuatu demi kepentingan bersama dan kepentingan kemanusiaan. Kita pun bisa menjadi pemimpin yang dapat diandalkan dan bijaksana. So, jadiakn naluri pahlawan kita itu kearah yang lebih positif.
2. Telurusi dalam diri. Menurut danny yatim, seorang psikologi remaja dan kesehatan, ada motivasi dibaliq tindakan kepahlawan seseorang remaja, dari mulai aktualisasi diri, ingin memenuhi kebutuhan batin, ingin merasa berarti, cari perhatian, taua mengikuti panutan. Kita harus menelusuri apa motivasi tersebut dan coba menganalisa tindakan kepahlawanan yang kita lakuakn. Aapakah sudah tepat atau ada yang harus dibebenahi.
3. Ikhlas saja. Menolong orang memang hal yang sangat mulia. Cara jitu untuk menghindari hero complex juga bisa dengan mengikhlaskan segala tindakan kita. Jadi, nggak usah terbebani dengan pendapat orng lain. Dan jangan terbebani pula dengan keinginan untuk menjadi pahlawan. Meolong sesama adalah kewajiban dan bukan sarana pembuktian diri. Selain itu, sebenarnya setiap orang punya sisi pahlawan dalam dirinya. Menjunjung kepentingan bersama dalam kebaikan tanpa melupakan diri sendiri adalah salah satu perwujudannya.
Hormon Oxytocin Bantu Tangani Autisme
XYTOCIN atau yang dikenal juga dengan hormon cinta, bisa membantu mengembangkan keterampilan dan perilaku sosial penderita autisme pada level high-functioning.
High-functioning autism merupakan istilah informal yang merujuk pada orang-orang autis yang dianggap memiliki fungsi yang lebih tinggi di bidang tertentu dibandingkan penderita autisme pada umumnya.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang-orang dengan gangguan high-functioning autism, seperti Asperger's syndrome, yang ditangani dengan oxytocin merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan lebih banyak perilaku sosial yang tepat.
Meskipun mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi, orang-orang dengan high-functioning autism kurang keahlian sosial untuk bergaul secara tepat dengan orang lain di dalam masyarakat.
Oxytocin dinamakan hormon cinta karena dikenal menguatkan hubungan antara ibu dan bayi. Hormon ini juga diyakini terlibat dalam pengaturan emosi dan perilaku sosial lainnya. Penelitian lain telah menemukan bahwa anak-anak autis memiliki kadar oxytocin yang lebih rendah dibandingkan anak-anak tanpa autisme.
Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences ini, peneliti memeriksa efek menghirup oxytocin terhadap perilaku sosial pada 13 orang dewasa muda dengan high-functioning autism dalam dua percobaan terpisah. Selain itu, peneliti juga melibatkan 13 partisipan tanpa autisme sebagai kelompok pembanding.
Pada percobaan pertama, peneliti mengamati perilaku sosial partisipan dalam ball-tossing game di komputer. Dalam game ini, pemain diminta memilih mengirim bola kepada karakter yang baik, buruk atau netral.
Pada umumnya, orang-orang dengan autisme tidak akan terlalu memperhatikan ketiga pilihan tersebut. Tapi dalam percobaan ini, mereka yang menghirup oxytocin lebih banyak terlibat dengan karakter baik dan mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik dibandingkan yang jahat.
Partisipan dengan autisme yang diberikan placebo tidak menunjukkan perbedaan respon terhadap ketiga karakter. Sedang kelompok pembanding tanpa autisme mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik.
Dalam percobaan kedua, peneliti mengukur tingkat perhatian dan respon partisipan terhadap gambar wajah manusia. Mereka yang ditangani dengan oxytocin lebih memperhatikan tanda-tanda visual di gambar dan melihat lebih lama pada area wajah yang berkaitan dengan informasi sosial, seperti mata.
"Di bawah pengaruh oxytocin, pasien merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan perilaku sosial yang lebih tepat. Hal ini menunjukkan potensi terapis oxytocin dalam menangani autisme," terang peneliti Elissar Andari dari Centre Nátional de la Recherche Scientifique di Bron, Prancis, seperti dikutip situs webmd.com.
Peneliti menyatakan bahwa hasil studi ini mengindikasikan perlunya studi lanjutan untuk memeriksa efek oxytocin terhadap keterampilan dan perilaku sosial pada orang-orang dengan high-functioning autism. (IK/OL-5)
Sumber : www.mediaindonesia.com
High-functioning autism merupakan istilah informal yang merujuk pada orang-orang autis yang dianggap memiliki fungsi yang lebih tinggi di bidang tertentu dibandingkan penderita autisme pada umumnya.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang-orang dengan gangguan high-functioning autism, seperti Asperger's syndrome, yang ditangani dengan oxytocin merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan lebih banyak perilaku sosial yang tepat.
Meskipun mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi, orang-orang dengan high-functioning autism kurang keahlian sosial untuk bergaul secara tepat dengan orang lain di dalam masyarakat.
Oxytocin dinamakan hormon cinta karena dikenal menguatkan hubungan antara ibu dan bayi. Hormon ini juga diyakini terlibat dalam pengaturan emosi dan perilaku sosial lainnya. Penelitian lain telah menemukan bahwa anak-anak autis memiliki kadar oxytocin yang lebih rendah dibandingkan anak-anak tanpa autisme.
Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences ini, peneliti memeriksa efek menghirup oxytocin terhadap perilaku sosial pada 13 orang dewasa muda dengan high-functioning autism dalam dua percobaan terpisah. Selain itu, peneliti juga melibatkan 13 partisipan tanpa autisme sebagai kelompok pembanding.
Pada percobaan pertama, peneliti mengamati perilaku sosial partisipan dalam ball-tossing game di komputer. Dalam game ini, pemain diminta memilih mengirim bola kepada karakter yang baik, buruk atau netral.
Pada umumnya, orang-orang dengan autisme tidak akan terlalu memperhatikan ketiga pilihan tersebut. Tapi dalam percobaan ini, mereka yang menghirup oxytocin lebih banyak terlibat dengan karakter baik dan mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik dibandingkan yang jahat.
Partisipan dengan autisme yang diberikan placebo tidak menunjukkan perbedaan respon terhadap ketiga karakter. Sedang kelompok pembanding tanpa autisme mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik.
Dalam percobaan kedua, peneliti mengukur tingkat perhatian dan respon partisipan terhadap gambar wajah manusia. Mereka yang ditangani dengan oxytocin lebih memperhatikan tanda-tanda visual di gambar dan melihat lebih lama pada area wajah yang berkaitan dengan informasi sosial, seperti mata.
"Di bawah pengaruh oxytocin, pasien merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan perilaku sosial yang lebih tepat. Hal ini menunjukkan potensi terapis oxytocin dalam menangani autisme," terang peneliti Elissar Andari dari Centre Nátional de la Recherche Scientifique di Bron, Prancis, seperti dikutip situs webmd.com.
Peneliti menyatakan bahwa hasil studi ini mengindikasikan perlunya studi lanjutan untuk memeriksa efek oxytocin terhadap keterampilan dan perilaku sosial pada orang-orang dengan high-functioning autism. (IK/OL-5)
Sumber : www.mediaindonesia.com
Temuan Gen Penyebab Autisme
Temuan Gen Penyebab Autisme.
Penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA yang berpengaruh pada sel otak.
VIVAnews - Autisme adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dan masih dilakukan penelitian mendalam untuk menelaahnya.
Salah satu penelitian terbaru mengenai autisme menemukan para penderita autis memiliki gen umum dengan variasi yang berbeda. Temuan gen tersebut nantinya bisa memudahkan diagnosis dan mengembangkan terapi serta pencegahan terjadinya autisme pada anak.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal Nature ini membandingkan gen dari ribuan penderita autisme dengan ribuan orang normal. Hasil dari penelitian menunjukkan, sebagian besar penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA mereka yang berpengaruh pada hubungan antarsel otak.
Para peneliti juga mengungkapkan adanya hubungan antarautisme dengan ‘kesalahan kecil’ pada segmen DNA yang terdapat sel komunikasi di dalamnya.
"Temuan ini bisa membuka kesempatan untuk mencari tahu bagaimana mengatasi masalah pada fungsi dan perkembangan sel otak yang dialami penderita autis," kata Hakon Hakonarson, kepala Center for Applied Genomics at Children's Hospital di Philadelphia, Amerika Serikat.
Meskipun temuan tentang hubungan penyebab autis dengan DNA bukan untuk pertama kalinya, sampai saat ini belum ditemukan cara mencegahnya.
Pada penelitian sebelumnya menemukan 65% penderita autis memiliki variasi gen yaitu cadherin 10 dan cadherin 9. Gen tersebut mengontrol molekul adhesi yang ada di otak dan peneliti memperkirakan hal itulah yang menyebabkan autisme.
Lalu, studi lainnya menemukan hubungan antara autisme dengan materi gen yang mengandung ubiquitin. Ubiquitin adalah protein yang terikat dengan molekul adhesi dan berhubungan juga dengan sel otak.
Penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA yang berpengaruh pada sel otak.
VIVAnews - Autisme adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dan masih dilakukan penelitian mendalam untuk menelaahnya.
Salah satu penelitian terbaru mengenai autisme menemukan para penderita autis memiliki gen umum dengan variasi yang berbeda. Temuan gen tersebut nantinya bisa memudahkan diagnosis dan mengembangkan terapi serta pencegahan terjadinya autisme pada anak.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal Nature ini membandingkan gen dari ribuan penderita autisme dengan ribuan orang normal. Hasil dari penelitian menunjukkan, sebagian besar penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA mereka yang berpengaruh pada hubungan antarsel otak.
Para peneliti juga mengungkapkan adanya hubungan antarautisme dengan ‘kesalahan kecil’ pada segmen DNA yang terdapat sel komunikasi di dalamnya.
"Temuan ini bisa membuka kesempatan untuk mencari tahu bagaimana mengatasi masalah pada fungsi dan perkembangan sel otak yang dialami penderita autis," kata Hakon Hakonarson, kepala Center for Applied Genomics at Children's Hospital di Philadelphia, Amerika Serikat.
Meskipun temuan tentang hubungan penyebab autis dengan DNA bukan untuk pertama kalinya, sampai saat ini belum ditemukan cara mencegahnya.
Pada penelitian sebelumnya menemukan 65% penderita autis memiliki variasi gen yaitu cadherin 10 dan cadherin 9. Gen tersebut mengontrol molekul adhesi yang ada di otak dan peneliti memperkirakan hal itulah yang menyebabkan autisme.
Lalu, studi lainnya menemukan hubungan antara autisme dengan materi gen yang mengandung ubiquitin. Ubiquitin adalah protein yang terikat dengan molekul adhesi dan berhubungan juga dengan sel otak.
BENTUK SEKOLAH IDEAL BAGI ANAK AUTIS
BENTUK SEKOLAH IDEAL BAGI ANAK AUTIS
Greenspan (1998) dalam bukunya The Child with Special Needs mengungkapkan bahwa untuk memungkinkan anak belajar berinteraksi, penting sekali membaurkan anak berkebutuhan khusus dengan anak lain yang tidak bermasalah.
Guna memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal, adalah ideal bila sekolah tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
· Terdapat pendekatan yang mengacu pada tahap perkembangan dan perbedaan individu; yang mendorong terjadinya kemajuan perkembangan dalam hal perhatian yang sama, keterlibatan dan interaksi timbal balik.
· Adanya guru-guru yang tahu bagaimana mengupayakan terjadinya hubungan dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan.
· Adanya guru-guru yang peka terhadap perbedaan individu dan menghargai strategi tiap anak dalam menenangkan dirinya sendiri.
· Terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang dipimpin oleh orang dewasa.
· Lingkungan yang menyediakan atau memberikan kesempatan setiap anak memiliki guru pendamping untuk bekerja secara individu dengan anak.
· Kebijakan yang mendorong keterlibatan orang tua dalam proses belajar mengajar secara keseluruhan.
· Keterbukaan akan saran dari orang tua.
· Pengaturan yang membaurkan anak berkebutuhan khusus dengan anak lain yang tidak memiliki kebutuhan khusus.
Karakteristik tersebut di atas tentu sulit diterapkan secara sekaligus dan seketika. Namun, bila memang sekolah didirikan untuk “mendidik” anak… kita perlu mengupayakan agar setidaknya situasi pendidikan di Indonesia mendekati bentuk ideal tersebut sehingga pendidikan tidak diperuntukkan bagi anak yang “sempurna” saja seperti yang terjadi saat ini.
Greenspan (1998) dalam bukunya The Child with Special Needs mengungkapkan bahwa untuk memungkinkan anak belajar berinteraksi, penting sekali membaurkan anak berkebutuhan khusus dengan anak lain yang tidak bermasalah.
Guna memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal, adalah ideal bila sekolah tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
· Terdapat pendekatan yang mengacu pada tahap perkembangan dan perbedaan individu; yang mendorong terjadinya kemajuan perkembangan dalam hal perhatian yang sama, keterlibatan dan interaksi timbal balik.
· Adanya guru-guru yang tahu bagaimana mengupayakan terjadinya hubungan dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan.
· Adanya guru-guru yang peka terhadap perbedaan individu dan menghargai strategi tiap anak dalam menenangkan dirinya sendiri.
· Terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang dipimpin oleh orang dewasa.
· Lingkungan yang menyediakan atau memberikan kesempatan setiap anak memiliki guru pendamping untuk bekerja secara individu dengan anak.
· Kebijakan yang mendorong keterlibatan orang tua dalam proses belajar mengajar secara keseluruhan.
· Keterbukaan akan saran dari orang tua.
· Pengaturan yang membaurkan anak berkebutuhan khusus dengan anak lain yang tidak memiliki kebutuhan khusus.
Karakteristik tersebut di atas tentu sulit diterapkan secara sekaligus dan seketika. Namun, bila memang sekolah didirikan untuk “mendidik” anak… kita perlu mengupayakan agar setidaknya situasi pendidikan di Indonesia mendekati bentuk ideal tersebut sehingga pendidikan tidak diperuntukkan bagi anak yang “sempurna” saja seperti yang terjadi saat ini.
Pendidikan Bagi Individu Autis
PENDIDIKAN BAGI INDIVIDU AUTIS
Fakta bahwa individu-individu ASD belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologis bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal (Siegel, 1996):
1. Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi individu ASD
2. Individu ASD harus diajarkan dalam gaya yang ‘khusus’ bagi setiap individu, agar mereka bisa memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan dalam bentuk atau cara yang khusus
3. Bila intervensi dilakukan lebih dini, maka perjuangan untuk mengajar individu-individu ini diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak terlalu tantrum atau berperilaku negatif lainnya)
Intervensi dini menjadi satu langkah yang penting, dan salah satu teknik/metode yang banyak digunakan adalah Applied Behavioral Analysis yang ditemukan oleh Ivar O. Lovaas (Maurice, 1996). Penanganan intervensi dini menggunakan teknik ‘one-on-one’ atau satu guru satu anak, yang sangat intensif dan terfokus dengan kurikulum yang sangat terstruktur.
Komponen ‘one-on-one’ ini menjadi penting artinya pada proses belajar awal, terutama bagi anak-anak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan imitasi-nya. (Siegel, 1996). Intensitas (jumlah jam per minggu) juga sangat penting, seperti yang dilaporkan oleh hasil penelitian Lovaas (Lovaas, 1981). Kecenderungan orang tua untuk panik dan mengharapkan hasil terbaik membuat mereka menjadwalkan penanganan intensif terstruktur tanpa melihat pengaruhnya pada anak. Akibatnya, anak menjadi tertekan dan bingung, apalagi bila di luar penanganan terstruktur tersebut tidak ada bentuk penanganan lain yang lebih alami sementara penanganan (terapi) yang ia terima dilakukan secara kaku. Itu sebabnya, Greenspan (1998) mengusulkan adanya usaha orang tua meluangkan waktu bersama anak dalam bentuk kegiatan tidak berstruktur tetapi alami.
Ada beberapa kemungkinan yang dapat ditempuh oleh anak ASD dalam jalur pendidikan. Penetapan akan menempuh jalur yang mana sangat dipenuhi oleh berbagai aspek, antara lain: banyaknya gejala autisme pada anak, daya tangkap, kemampuan berkomunikasi, usia dan harapan (atau tuntutan) orang tua.
Alternatif pilihan bentuk pendidikan yang berlaku di Amerika Serikat, antara lain terbagi atas jalur pendidikan khusus (Siegel, 1996):
1. Individual Therapy,
antara lain melalui penanganan di tempat terapi atau di rumah (home-based therapy dan kemudian homeschooling).
Intervensi seperti ini merupakan dasar dari pendidikan individu ASD. Melalui penanganan one-on-one, anak belajar berbagai konsep dasar dan belajar mengembangkan sikap mengikuti aturan yang ia perlukan untuk berbaur di masyarakat.
2. Designated Autistic Classes
Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual ke bentuk kelas klasikal, dimana sekelompok anak yang semuanya autistik, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak), dan biasanya merupakan anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
3. Ability Grouped Classes.
Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan, sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permainan; memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
4. Social Skills Development and Mixed Disability Classes
Kelas ini terdiri atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak melulu autistik. Biasanya, anak autistik berespons dengan baik bila dikelompokkan dengan anak-anak Down Syndrome yang cenderung memiliki ciri ‘hyper-social’ (ketertarikan berlebihan untuk membina hubungan sosial dengan orang lain). Ciri ini membuat mereka cenderung bertahan, memerintah, dan berlari-lari di sekitar anak autis sekedar untuk mendapatkan respons. Hal ini baik sekali bagi si anak autis.
dan jalur pendidikan umum (mainstream atau inclusion).
Maksud kata ‘mainstream’ berarti melibatkan seorang anak dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas-kelas umum. Penanganan anak sungguh-sungguh dilakukan tanpa adanya perhatian pada kebutuhan khusus yang ada pada anak. Padahal, sebetulnya anak memang memiliki kebutuhan khusus.
Istilah inklusi sebaliknya adalah menggambarkan keadaan dimana individu autistik dilibatkan dalam kegiatan sekolah reguler, dengan kemungkinan: dengan atau tanpa pendamping. Pada umumnya sekolah inklusi menyediakan jasa pembelajaran khusus bagi anak-anak autistik dimana mereka kemudian ditarik untuk belajar di ruangan terpisah bilamana mereka mengalami hambatan mengikuti pelajaran di kelas. Itu sebabnya, ada istilah full inclusion bagi anak-anak yang mengikuti semua pelajaran (dengan pendamping sesuai keperluan) dan dengan bantuan remedial teaching. Serta ada istilah partial inclusion bagi mereka yang hanya mengikuti pelajaran untuk memperoleh sebagian keuntungannya saja. Misal, orangtua yang memasukkan anaknya untuk tujuan sosialisasi di sekolah reguler.
Fakta bahwa individu-individu ASD belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologis bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal (Siegel, 1996):
1. Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi individu ASD
2. Individu ASD harus diajarkan dalam gaya yang ‘khusus’ bagi setiap individu, agar mereka bisa memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan dalam bentuk atau cara yang khusus
3. Bila intervensi dilakukan lebih dini, maka perjuangan untuk mengajar individu-individu ini diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak terlalu tantrum atau berperilaku negatif lainnya)
Intervensi dini menjadi satu langkah yang penting, dan salah satu teknik/metode yang banyak digunakan adalah Applied Behavioral Analysis yang ditemukan oleh Ivar O. Lovaas (Maurice, 1996). Penanganan intervensi dini menggunakan teknik ‘one-on-one’ atau satu guru satu anak, yang sangat intensif dan terfokus dengan kurikulum yang sangat terstruktur.
Komponen ‘one-on-one’ ini menjadi penting artinya pada proses belajar awal, terutama bagi anak-anak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan imitasi-nya. (Siegel, 1996). Intensitas (jumlah jam per minggu) juga sangat penting, seperti yang dilaporkan oleh hasil penelitian Lovaas (Lovaas, 1981). Kecenderungan orang tua untuk panik dan mengharapkan hasil terbaik membuat mereka menjadwalkan penanganan intensif terstruktur tanpa melihat pengaruhnya pada anak. Akibatnya, anak menjadi tertekan dan bingung, apalagi bila di luar penanganan terstruktur tersebut tidak ada bentuk penanganan lain yang lebih alami sementara penanganan (terapi) yang ia terima dilakukan secara kaku. Itu sebabnya, Greenspan (1998) mengusulkan adanya usaha orang tua meluangkan waktu bersama anak dalam bentuk kegiatan tidak berstruktur tetapi alami.
Ada beberapa kemungkinan yang dapat ditempuh oleh anak ASD dalam jalur pendidikan. Penetapan akan menempuh jalur yang mana sangat dipenuhi oleh berbagai aspek, antara lain: banyaknya gejala autisme pada anak, daya tangkap, kemampuan berkomunikasi, usia dan harapan (atau tuntutan) orang tua.
Alternatif pilihan bentuk pendidikan yang berlaku di Amerika Serikat, antara lain terbagi atas jalur pendidikan khusus (Siegel, 1996):
1. Individual Therapy,
antara lain melalui penanganan di tempat terapi atau di rumah (home-based therapy dan kemudian homeschooling).
Intervensi seperti ini merupakan dasar dari pendidikan individu ASD. Melalui penanganan one-on-one, anak belajar berbagai konsep dasar dan belajar mengembangkan sikap mengikuti aturan yang ia perlukan untuk berbaur di masyarakat.
2. Designated Autistic Classes
Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual ke bentuk kelas klasikal, dimana sekelompok anak yang semuanya autistik, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak), dan biasanya merupakan anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
3. Ability Grouped Classes.
Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan, sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permainan; memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
4. Social Skills Development and Mixed Disability Classes
Kelas ini terdiri atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak melulu autistik. Biasanya, anak autistik berespons dengan baik bila dikelompokkan dengan anak-anak Down Syndrome yang cenderung memiliki ciri ‘hyper-social’ (ketertarikan berlebihan untuk membina hubungan sosial dengan orang lain). Ciri ini membuat mereka cenderung bertahan, memerintah, dan berlari-lari di sekitar anak autis sekedar untuk mendapatkan respons. Hal ini baik sekali bagi si anak autis.
dan jalur pendidikan umum (mainstream atau inclusion).
Maksud kata ‘mainstream’ berarti melibatkan seorang anak dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas-kelas umum. Penanganan anak sungguh-sungguh dilakukan tanpa adanya perhatian pada kebutuhan khusus yang ada pada anak. Padahal, sebetulnya anak memang memiliki kebutuhan khusus.
Istilah inklusi sebaliknya adalah menggambarkan keadaan dimana individu autistik dilibatkan dalam kegiatan sekolah reguler, dengan kemungkinan: dengan atau tanpa pendamping. Pada umumnya sekolah inklusi menyediakan jasa pembelajaran khusus bagi anak-anak autistik dimana mereka kemudian ditarik untuk belajar di ruangan terpisah bilamana mereka mengalami hambatan mengikuti pelajaran di kelas. Itu sebabnya, ada istilah full inclusion bagi anak-anak yang mengikuti semua pelajaran (dengan pendamping sesuai keperluan) dan dengan bantuan remedial teaching. Serta ada istilah partial inclusion bagi mereka yang hanya mengikuti pelajaran untuk memperoleh sebagian keuntungannya saja. Misal, orangtua yang memasukkan anaknya untuk tujuan sosialisasi di sekolah reguler.
Makanan pada anak autisme.
Makanan pada anak autisme.
Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya.
makanan yang perlu dihindari:
• Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
• Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
• Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
• Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi.
• Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah :
• Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.
• Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
• Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
• Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.
Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya.
makanan yang perlu dihindari:
• Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
• Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
• Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
• Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi.
• Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah :
• Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.
• Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
• Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
• Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.
Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi
Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi.
Pendidikan Integratif.
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
* Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
* Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
* Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
* Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
* Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme.
* Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
* Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan penanganan yang terbaik.
Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;
* Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
* Anak Autis di sekolah Khusus
* Anak Autis di SLB
* Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.
Kebanyakan sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka, selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:
* Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
* Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
* Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
* Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
* Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
* Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.
Pendidikan Integratif.
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
* Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
* Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
* Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
* Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
* Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme.
* Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
* Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan penanganan yang terbaik.
Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;
* Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
* Anak Autis di sekolah Khusus
* Anak Autis di SLB
* Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.
Kebanyakan sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka, selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:
* Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
* Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
* Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
* Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
* Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
* Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.
kenali autis
Kenali Autisme
Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing-masing individu.
Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :
1.Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
2.Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
3.Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
4.Tidak peka terhadap rasa sakit
5.Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
6.Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
7.Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
8.Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau
9.malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
10.Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka
11.menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata
12.Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang
bersifat rutin
13.Tidak peduli bahaya
14.Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
15.Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
16.Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
17.Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
18.Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)
Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing-masing individu.
Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :
1.Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
2.Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
3.Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
4.Tidak peka terhadap rasa sakit
5.Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
6.Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
7.Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
8.Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau
9.malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
10.Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka
11.menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata
12.Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang
bersifat rutin
13.Tidak peduli bahaya
14.Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
15.Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
16.Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
17.Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
18.Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)
terapi autis
Terapi Perilaku.
Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.
Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.
Terapi Wicara
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.
Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:
1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
1. Phonology (bahasa bunyi);
2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
3. Morphology (perubahan pada kata),
4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),
6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;
Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.
Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.
Terapi Wicara
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.
Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:
1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
1. Phonology (bahasa bunyi);
2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
3. Morphology (perubahan pada kata),
4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),
6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;
Deteksi Dini Autisme
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk berkembang secara optimal.
Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua:
1. Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3. Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4. Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5. Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah mainan tersebut?
Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme.
Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua:
1. Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3. Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4. Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5. Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah mainan tersebut?
Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme.
gejala Autis
alat deteksi autisme yang kini populer, yaitu CHAT untuk anak di bawah 18 bulan dan DSM IV yang digunakan untuk anak di bawah tiga tahun, masih dapat menunjukkan kesalahan yang sangat tinggi. Kesalahan akan terjadi terutama pada anak-anak yang mengalami gangguan lain, selain autisme, yaitu anak yang mengalami cacat intelegensia (mental retarded) dan keterlambatan bicara.
Deteksi dini autisme sudah dapat dilakukan sebelum si kecil berusia 3 tahun, karena pada umumnya gejala autisme sudah mulai terlihat jelas di usia 2 hingga 5 tahun. Tapi pada beberapa kasus, gejala baru terlihat di usia sekolah.
Gejala-gejala autisme mencakup beberapa gangguan perkembangan pada anak, yaitu :
1. Gangguan komunikasi, verbal dan non verbal
- Terlambat bicara atau tidak dapat bicara.
- Mengeluarkan kata - kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
- Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
- Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.
- Meniru atau membeo, ada yang pandai meniru nyanyian, nada atau kata-kata yang tak ia mengerti artinya.
- Kadang bicara monoton seperti robot.
- Mimik muka datar.
- Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
2. Gangguan interaksi sosial
- Menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
- Mengalami ketulian.
- Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk.
- Tidak berusaha untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
- Bila didekati untuk bermain justru menjauh.
- Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
- Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun.
- Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orangtuanya.
3. Gangguan perilaku dan bermain
- Tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama selama berjam-jam.
- Bila sudah senang dengan satu mainan, tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh.
- Terpaku pada roda (memegang roda mobil-mobilan terus menerus untuk waktu lama) atau sesuatu yang berputar.
- Lekat dengan benda-benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana.
- Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak.
- Sering melakukan perilaku ritualistik.
- Kadang terlihat hiperaktif, seperti tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat-lompat, berputar-putar, memukul benda berulang-ulang.
- Atau sangat diam dan tenang.
4. Gangguan perasaan dan emosi
- Tidak punya atau kurang berempati, misalnya tidak punya rasa kasihan. Bila ada anak yang menangis, ia tidak kasihan tapi malah merasa terganggu. Ia bisa saja mendatangi si anak dan memukulnya.
- Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata.
- Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif.
5. Gangguan persepsi sensoris
- Mencium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja.
- Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.
- Tidak menyukai rabaan dan pelukan. bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.
- Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.
Jangan ragu untuk konsultasi dengan dokter anak jika mencurigai satu atau lebih gejala di atas, tapi juga jangan terlalu khawatir dengan cepat menyatakan si kecil menderita autisme.
Dikutip dari sini http://www.halohalo.co.id/berita/berita/34/1/1505/Kenali%20Gejala%20Autisme%20Sejak%20Dini.htm
Deteksi dini autisme sudah dapat dilakukan sebelum si kecil berusia 3 tahun, karena pada umumnya gejala autisme sudah mulai terlihat jelas di usia 2 hingga 5 tahun. Tapi pada beberapa kasus, gejala baru terlihat di usia sekolah.
Gejala-gejala autisme mencakup beberapa gangguan perkembangan pada anak, yaitu :
1. Gangguan komunikasi, verbal dan non verbal
- Terlambat bicara atau tidak dapat bicara.
- Mengeluarkan kata - kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
- Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
- Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.
- Meniru atau membeo, ada yang pandai meniru nyanyian, nada atau kata-kata yang tak ia mengerti artinya.
- Kadang bicara monoton seperti robot.
- Mimik muka datar.
- Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
2. Gangguan interaksi sosial
- Menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
- Mengalami ketulian.
- Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk.
- Tidak berusaha untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
- Bila didekati untuk bermain justru menjauh.
- Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
- Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun.
- Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orangtuanya.
3. Gangguan perilaku dan bermain
- Tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama selama berjam-jam.
- Bila sudah senang dengan satu mainan, tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh.
- Terpaku pada roda (memegang roda mobil-mobilan terus menerus untuk waktu lama) atau sesuatu yang berputar.
- Lekat dengan benda-benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana.
- Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak.
- Sering melakukan perilaku ritualistik.
- Kadang terlihat hiperaktif, seperti tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat-lompat, berputar-putar, memukul benda berulang-ulang.
- Atau sangat diam dan tenang.
4. Gangguan perasaan dan emosi
- Tidak punya atau kurang berempati, misalnya tidak punya rasa kasihan. Bila ada anak yang menangis, ia tidak kasihan tapi malah merasa terganggu. Ia bisa saja mendatangi si anak dan memukulnya.
- Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata.
- Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif.
5. Gangguan persepsi sensoris
- Mencium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja.
- Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.
- Tidak menyukai rabaan dan pelukan. bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.
- Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.
Jangan ragu untuk konsultasi dengan dokter anak jika mencurigai satu atau lebih gejala di atas, tapi juga jangan terlalu khawatir dengan cepat menyatakan si kecil menderita autisme.
Dikutip dari sini http://www.halohalo.co.id/berita/berita/34/1/1505/Kenali%20Gejala%20Autisme%20Sejak%20Dini.htm
pengertian autisme
Autisme berasal dari kata “auto’ yang berarti sendiri. Penyandang autisme seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1913 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan itu sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitar sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri (Handojo, 2003).
Autisme adalah suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak-anak ataupun dewasa dan semua etnis (Faisal Yatim dalam Kasih, 2006).
Autisme merupakan sindroma yang sangat kompleks. Ditandai dengan ciri-ciri kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional, sulit dalam komunikasi timbal balik, minat terbatas, dan perilaku tak wajar disertai gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipic). Gejala ini biasanya telah terlihat sebelum usia 3 tahun ( Jawa Pos, Agustus 2005). Handojo menyebutkan 2 jenis perilaku autisme, yaitu:
* · Perilaku Eksesif (Berlebihan)
Yang termasuk perilaku eksesit adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul, dan sebagainya. Di sini juga sering terjadi anak yang menyakiti diri sendiri (self abuse).
* · Perilaku Defisit (Berkekurangan)
Yang ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensoris sehingga di kira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun.
sumber,google..
no name,28 feb 2010,pengertian-autisme,http://shaf.ngeblogs.com
Autisme adalah suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak-anak ataupun dewasa dan semua etnis (Faisal Yatim dalam Kasih, 2006).
Autisme merupakan sindroma yang sangat kompleks. Ditandai dengan ciri-ciri kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional, sulit dalam komunikasi timbal balik, minat terbatas, dan perilaku tak wajar disertai gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipic). Gejala ini biasanya telah terlihat sebelum usia 3 tahun ( Jawa Pos, Agustus 2005). Handojo menyebutkan 2 jenis perilaku autisme, yaitu:
* · Perilaku Eksesif (Berlebihan)
Yang termasuk perilaku eksesit adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul, dan sebagainya. Di sini juga sering terjadi anak yang menyakiti diri sendiri (self abuse).
* · Perilaku Defisit (Berkekurangan)
Yang ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensoris sehingga di kira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun.
sumber,google..
no name,28 feb 2010,pengertian-autisme,http://shaf.ngeblogs.com
alergi
ALERGI.
Secara sederhannya sih alergi adalah saat dimana system kekebalan tubuh kita mengalami “ kekacauan ”. Dalam dunia kedokteran, alergi dianggap sebagai suatu reksi immunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul segera atau dalam jangka waktu tertentu setelah kontak dengan zat pencetus alergi (istilahnya ‘ alergen’). Dengan kata lain, alergi itu kondisi dimana tubuh kita bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap benda asing dan berbahaya, tapi, hal ini nggak berlaku bagi mreka yang memiliki kecendrungan bersifat alergi.
Zat pencetusnya juga beragam. Dari debu atau serbuk saru tumbuhan, makanan, gigitan serangga, karet, bahkan obat-obatan yang sedang kita konsumsi bisa menimbulkan alergi. Gejala yang muncul pun bisa berlainan pada setiap orang, tapi umumnya sih mata memerah dan gatal, bersin-bersin dll.
Dalam istilah kedokteran, ada dua tipe reaksi alergi ini, yaitu: alergi tipe cepat dan tipe lambat. Alergi tipe cepat biasannya karena factor genetic atau immununoloblin E pada penderita sudah tinggi, jadi karena itulah si penderita harus meghindari allergen yang bisa memicu alerginya secara total. Soalnya, alergi tipe cepat ini bisa menyebabkan beberapa gejala alergi yang membahayakan. Salah satunya disebut dengan shock analifilaktik. Shock ini bisa berkembang dalam hitungan detik saja atau dalam beberapa menit. Dan bisa menyebabkan penderita kehilangan kesadaran atau bahkan kematian bila nggak segera diatasi.
Sedangkan alergi tipe lambat atau seluler disebabkan penderita sering mengkonsumsi makanan yang itu-itu saja tanpa mengubahnya. Akhirnya sel-sel dalam tubuh menangkap jenis makanan itu saja, sehingga kadar immunoglobulin G-nya tinggi terhadap makanan tertentu.
Secara sederhannya sih alergi adalah saat dimana system kekebalan tubuh kita mengalami “ kekacauan ”. Dalam dunia kedokteran, alergi dianggap sebagai suatu reksi immunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul segera atau dalam jangka waktu tertentu setelah kontak dengan zat pencetus alergi (istilahnya ‘ alergen’). Dengan kata lain, alergi itu kondisi dimana tubuh kita bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap benda asing dan berbahaya, tapi, hal ini nggak berlaku bagi mreka yang memiliki kecendrungan bersifat alergi.
Zat pencetusnya juga beragam. Dari debu atau serbuk saru tumbuhan, makanan, gigitan serangga, karet, bahkan obat-obatan yang sedang kita konsumsi bisa menimbulkan alergi. Gejala yang muncul pun bisa berlainan pada setiap orang, tapi umumnya sih mata memerah dan gatal, bersin-bersin dll.
Dalam istilah kedokteran, ada dua tipe reaksi alergi ini, yaitu: alergi tipe cepat dan tipe lambat. Alergi tipe cepat biasannya karena factor genetic atau immununoloblin E pada penderita sudah tinggi, jadi karena itulah si penderita harus meghindari allergen yang bisa memicu alerginya secara total. Soalnya, alergi tipe cepat ini bisa menyebabkan beberapa gejala alergi yang membahayakan. Salah satunya disebut dengan shock analifilaktik. Shock ini bisa berkembang dalam hitungan detik saja atau dalam beberapa menit. Dan bisa menyebabkan penderita kehilangan kesadaran atau bahkan kematian bila nggak segera diatasi.
Sedangkan alergi tipe lambat atau seluler disebabkan penderita sering mengkonsumsi makanan yang itu-itu saja tanpa mengubahnya. Akhirnya sel-sel dalam tubuh menangkap jenis makanan itu saja, sehingga kadar immunoglobulin G-nya tinggi terhadap makanan tertentu.
Langganan:
Postingan (Atom)