HERO COMPLEX.
Hero atau pahlawan itu sendiri berasal dari bahasa yunani kuno servous dan hero yang artinya mengabdi dan melindungi.
Contoh kasus…
Hampir semua anak dikelas ngak betah dengan eva. Sebenarnya eva baik, tetlalu baik malah. Setiap kali guru meminta bantuan, psti eva selalu sigap jadi sukarelawan. Bahkan eva pun dengan senang hati menyampul buku seisi kelas! Tapi, sikap eva ini justru malah bikin teman-teman yang lain jadi jengah. Nggak heran kalau ada yang menjuluki eva sebagai miss heri alias heboh sendiri.
Menurut psikologi Paul T.P. Wong, PhD, C. Psych, kasus seperti ini agak susah dianlisa, karena pada dasarnya si pelaku berbuat kebaikan. Namun pengorbanan dia untuk teman-teman atau orang banyak, merupakan sebuah media aktualisasi diri yang bisa berdampak negative, karena cara yang salah.
Ciri-cirinya…
1. merasa berarti kalau menjadi pahlawan bagi orang lain, sebaliknya merasa down kalau ngaak bisa membantu.
2. suka mengurusi masalh orang lain karena percaya bahwa orang lain membutuhkan bantuan kita.
3. sering mengerjakan dan membantu pekerjaan orang lain tanpa diminta.
4. merasa senang bila ada orang yang tergantung pada kita.
5. dalam sebuah kepanitiaan, sering kali mendapat pekerjaan orang lain tanpa diminta.
6. membantu yang ngak perlu-perlu banget.
7. suka menyanggupi pekerjaan walaupun diluar batas kemampuan kita.
8. teman suka merasa terganggu dengan bantuan kita.
Akibatnya….
1. dimanfaatkan. Ambisi kita yang berlebihan untuk menolong orang lain, bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang nggak bertanggung jawab. Mereka bisa seenaknnya lepas dari tanggung jawab karena selalu ada kita. Sang sukarelawan.
2. mengganggu. Percaya nggak sih, maksud baik yang kita lakuakn itu, ternyata bisa mengganggu.
3. repot sendiri. Disatu sisi, dengan berusaha menjadi pahlawan, kita jadi direpotkan dengan berbagai hal yang terkadang melebihi batas kemampuan kita. Kecendrungan hero complex ini akan membuat kita semakin repot tatkala kita memiliki harapan untuk menyenagkan dan menjadi pahlawan dimata orang lain. Sementara kenyataannya nggak seperti itu.
How to overcome…
1. Posisi wajar, membantu orang lain memang nggak salah. Tapi yang perlu diperhatiakan adalah siapa orang yang kita Bantu dan bagaimana bentuk bantuan tersebut. Bantulah orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan bantuan. Di sisi lain, kita juga harus memberi kesempatan kepada orang lain untuk ikut membantu. Menurut Shaeir N. Khan menjabarkan bahwa memiliki jiwa pahlawan artinya kita pingin berbuat sesuatu demi kepentingan bersama dan kepentingan kemanusiaan. Kita pun bisa menjadi pemimpin yang dapat diandalkan dan bijaksana. So, jadiakn naluri pahlawan kita itu kearah yang lebih positif.
2. Telurusi dalam diri. Menurut danny yatim, seorang psikologi remaja dan kesehatan, ada motivasi dibaliq tindakan kepahlawan seseorang remaja, dari mulai aktualisasi diri, ingin memenuhi kebutuhan batin, ingin merasa berarti, cari perhatian, taua mengikuti panutan. Kita harus menelusuri apa motivasi tersebut dan coba menganalisa tindakan kepahlawanan yang kita lakuakn. Aapakah sudah tepat atau ada yang harus dibebenahi.
3. Ikhlas saja. Menolong orang memang hal yang sangat mulia. Cara jitu untuk menghindari hero complex juga bisa dengan mengikhlaskan segala tindakan kita. Jadi, nggak usah terbebani dengan pendapat orng lain. Dan jangan terbebani pula dengan keinginan untuk menjadi pahlawan. Meolong sesama adalah kewajiban dan bukan sarana pembuktian diri. Selain itu, sebenarnya setiap orang punya sisi pahlawan dalam dirinya. Menjunjung kepentingan bersama dalam kebaikan tanpa melupakan diri sendiri adalah salah satu perwujudannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar