Selasa, 22 Oktober 2013

BAB VII MANUSIA DAN KEADILAN



BAB VII
MANUSIA DAN KEADILAN

1.1  Keadilan
Keadilan menurut Aritoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tesebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telalh ditetapkan maka masing masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhap proposi tersebut tidak adil.
Keadilan plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pemerintahan sudah melakukan tugasnya dengan baik.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban atau dengan kata lain kewajiban adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

1.2  Keadilan Sosial
Keadilan merupakan sila kelima dari pancasila yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Para pemimpin membuat perumusan pancasila dengan berbagai uraian, seperti dari Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", menulis sebagai berikut "Keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur." Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata.
Lima wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
§  Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
§  Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
§  Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
§  Sikap suka bekerja keras.
§  Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Delapan jalur pemerataan yang merupakan asas keadilan sosial :
§  Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan.
§  Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
§  Pemerataan pembagian pendapatan.
§  Pemerataan kesempatan kerja.
§  Pemerataan kesempatan berusaha.
§  Pemerataan kesempatan berpatisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
§  Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
§  Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

1.3  Berbagai Macam Keadilan
Macam-macam keadilan :
  • Keadilan legal atau keadilan moral
  • Keadilan distributif.
  • Keadilan komutatif.

1.4  Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedangkan kenyataan yang ada itu adalah kenyataaan yang benarr-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam arti nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Hakekat kejujuran, Pada hakekatnya, jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalah atau dosa.

1.5  Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
Sebab-sebab orang melakukan kecurangan : Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.

1.6  Perhitungan (HISAB) Dan Pembalasan
Macam-macam perhitungan dan pembalasan :
§  Menurut agama : Jika seseorang melakukan apa yang ALLAH SWT larang, maka orang tersebut akan mendapat balasannya sesuai apa yang dia perbuat di akherat nanti.
§  Menurut hukum: Jika ada seseorang yang melanggar hukum, dia wajib mendapat balasan dan hukuman sesuai apa yang dia perbuat.

1.7  Pemulihan Nama Baik
Nama baik bukan sekedar sebuah nama, tapi nama baik adalah sesuatu yang perlu dipertahankan dan dijaga. Sekali ternoda atau tercemar akan sulit memulihkannya. Apabila ingin memulihkan nama baik yang sudah tercemar, sebaik kita melakukan perilaku yang positif, dan tingah laku yang sopan dan satun. Selain itu kita harus bertobat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berjanji tidak mengulangi perbutan yang dapat mencemarkan nama baik.
Hakekat pemulihan nama baik : Yang sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
§  Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
§  Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

1.8  Pembalasan
Pembalasan adalah Suatu reaksi atas perbuatan orang lain, reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, dan tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat akan mendapat balasan yang bersahabat, sebaliknya pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.

Sumber :
Buku MKDU Ilmu Budaya Dasar Oleh : Widyo Nugroho, Achmad Muchji Penerbit Gunadarma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar